Saat ini, masyarakat Indonesia sedang menikmati gelaran Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta dan Palembang. Para atlet mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mendapatkan hasil terbaik. Salah satu hal yang selalu para atlet professional monitor adalah asam laktat yang terkandung dalam keringat[1]. Tujuan memonitor asam laktat adalah untuk mengevaluasi program latihan yang telah dilakukan para atlet.

Para peneliti dari University of California membuat terobosan baru dengan memanfaatkan asam laktat dalam keringat menjadi energi listrik. Teknologi yang digunakan adalah tato berbasis biofuel cell yang bersifat sementara (tBFC). Tato tersebut dibentuk menjadi huruf “UC” yang merupakan akronim dari University of California. Huruf U merupakan anoda yang terdiri dari Kitosan, katalis lactate oxidase (LOx) dan CNT. Sedangkan Huruf C merupakan katoda yang terdiri dari nafion, katalis Pt dan karbon[2]. Gambar 1 menunjukkan skema dan susunan komponen penyusun anoda dan katoda.


Gambar 1. Skema dan Komponen tBFC[2]

Asam laktat dari keringat manusia bertindak sebagai bahan bakar yang akan teroksidasi di anoda menjadi asam piruvat dan menghasilkan elektron. katalis lactate oxidase (LOx) berperan dalam proses oksidasi asam laktat menjadi asam piruvat. CNT digunakan sebagai bahan untuk proses perpindahan elektron dan current collector. Kitosan pun ditambahkan untuk menghindari secara langsung kontak antara anoda dengan kulit.


Pada katoda, oksigen akan tereduksi menjadi ion oksigen (O2-) dengan bantuan elektron dari anoda dan katalis Pt-karbon. Membran nafion ditambahkan untuk menghindari kontak langsung antara Pt dan kulit. Mediator yang digunakan adalah tetrathiafulvalene (TTF) karena tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan telah banyak digunakan sebagai mediator pada biosensor[2].
Gambar 2. Reaksi oksidasi dan reduksi pada tBFC[2]

Para peneliti mencoba menggunakan variasi konsentrasi asam laktat untuk menghasilkan daya. Asam laktat dengan konsentrasi 8 mM menghasilkan rapat daya 25 µW/cm2. Pada konsentrasi 14 dan 20 mM, rapat daya yang dihasilkan meningkat menjadi 34 dan 44 µW/cm2[2]. Kemudian, tBFC diuji coba pada seorang relawan yang melakukan fitness dengan tiga kategori : level rendah (1 kali latihan/minggu), level menengah (2 kali latihan/minggu) dan level tinggi (3 kali latihan/minggu).
Gambar 3. Proses penempelan tBFC ke permukaan kulit[2]

Rapat daya yang dihasilkan pada kategori level rendah sebesar 55 – 70 µW/cm2, kategori level menengah sebesar 10 – 20 µW/cm2 dan kategori level tinggi sebesar 5 µW/cm2[2]. Hal ini terjadi karena konsentrasi asam laktat dalam keringat pada kategori level tinggi terlalu encer dibandingkan dengan level rendah dan menengah. Sehingga intensitas latihan yang tinggi menyebabkan konsentrasi asam laktat dalam keringat encer sehingga menurunkan rapat daya yang dihasilkan.


Gambar 4. tBFC yang diaplikasikan pada seorang relawan yang melakukan fitnes[2]

Jia, salah satu peneliti dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa daya yang dihasilkan belum terlalu besar tetapi sudah cukup untuk menyalakan sensor, alat pacu jantung dan alat elektronik kecil lainnya[3]. Kedepan, Jia berharap alat yang dibuatnya dapat mengisi ulang handphone dan alat elektronik lainnya.


Referensi
[1] Stewart, L. 2014. Sweat-Powered Batteries Can Be Tattoed on Your Arm. Diakses dari : https://www.newsweek.com/sweat-powered-batteries-ill-get-tatted-264236 pada tanggal 28 Agustus 2018

[2] Jia, W., Valdes-Ramirez, G., Bandodkar, A.J., Windmiller, J.R dan Wang, J. 2013. Epidermal Biofuel Cells : Energy Harvesting from Human Perspiration. Angewandte Communications, 52, 7233-7236

[3] ECS. 2014. Tattoo That Harvests Energy from Perspiration. Diakses dari : https://www.electrochem.org/redcat-blog/tattoo-that-harvests-energy-from-persperation/ pada tanggal 28 Agustus 2018

Sumber : https://warstek.com/2018/08/30/energi-keringat-biofuel-cells/
By Fauzi Yusupandi