Sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang beroperasi di dunia ini adalah tipe light water reactor (LWR)[1]. Reaktor tipe ini menggunakan bahan bakar nuklir berbentuk pelet dengan jenis uranium dioksida (UO2)[2]. Sebagian PLTN di Prancis menggunakan bahan bakar nuklir campuran antara UO2 dengan plutonium dioksida (PuO2), seringkali disebut mixed oxide (MOX)[2].

Bahan bakar dalam bentuk oksida memiliki keunggulan berupa titik leleh yang tinggi. Namun, konduktivitas termalnya rendah[2]. Akibatnya, panas di tengah pelet bahan bakar jauh lebih tinggi daripada panas di permukaan pelet. Jika suhu di tengah pelet dapat mencapai 2.000oC, maka suhu di permukaan luar pelet hanya sekitar 330oC. Overheating terlokalisir ini menyebabkan pendinginan reaktor nuklir pasca shutdown menjadi lebih lama, sehingga lebih boros energi.

Rendahnya konduktivitas termal membuat bahan bakar oksida lebih mudah mencapai titik leleh dalam skenario kecelakaan. Akibatnya, pelet bahan dapat pecah hingga meleleh. Walau dampak radioaktivitasnya minim, tapi memperbaiki kerusakannya mahal.

Untuk mencegah potensi kerusakan yang berakibat pada mahalnya biaya perawatan, sekaligus meningkatkan performa reaktor nuklir, ada beberapa alternatif jenis bahan bakar yang bisa diaplikasikan pada PLTN kontemporer. Salah satu alternatifnya adalah bahan bakar metalik yang telah dikembangkan oleh Lightbridge Corporation, bekerjasama dengan Framatome Prancis[3].


Bahan bakar metalik Lightbridge menggunakan geometri yang unik dan komposisi bahan bakar inovatif untuk meningkatkan performa dan keselamatan reaktor nuklir kontemporer[4]. Selain itu, bahan bakar metalik Lightbridge dapat meningkatkan nilai ekonomis reaktor dengan cara meningkatkan dayanya. Lightbridge mengklaim bahwa bahan bakar metalik yang didesainnya dapat digunakan oleh PLTN kontemporer tanpa perlu modifikasi secara besar-besaran. Sedikit modifikasi hanya perlu dilakukan pada bundel bahan bakar, grid spacing, dan sistem pendinginan pasca shutdown.

Lightbridge mengembangkan bahan bakar metalik dalam bentuk alloy uranium-zirkonium (U-Zr). Berbeda dengan bahan bakar metal untuk reaktor cepat, bahan bakar Lightbridge menggunakan campuran metal zirkonium lebih besar. Jika bahan bakar metal reaktor cepat hanya menggunakan zirkonium sebesar 10% berat, maka bahan bakar metal Lightbridge menggunakan campuran zirkonium hingga 50% berat[4]. Keunggulannya adalah laju kerusakan bahan bakar akibat paparan radiasi jauh lebih rendah[5].



Bahan bakar metal memiliki titik leleh lebih rendah daripada bahan bakar keramik. Namun, itu bukanlah masalah, karena konduktivitas termal bahan bakar metal lebih baik. Tidak ada overheating terlokalisir seperti uranium dioksida. Distribusi suhu antara bagian tengah bahan bakar dengan permukaan luar relatif lebih merata. Distribusi suhu merata ini membuat suhu operasi bahan bakar jauh lebih rendah daripada bahan bakar keramik[4-5].

Pada skenario kecelakaan karena kehilangan pendingin (loss of coolant accident), kenaikan suhu bahan bakar metalik tidak cukup untuk menimbulkan reaksi oksidasi zirkonium, yang dapat menghasilkan hidrogen dan menyebabkan ledakan hidrogen. Lightbridge mengklaim bahwa suhu bahan bakarnya hanya mencapai 500oC pada skenario loss of coolant accident, jauh dibawah suhu oksidasi zirkonium, 900oC. Sementara, pada skenario yang sama, bahan bakar oksida dapat mencapai suhu 1000oC dengan cepat, melebihi batas suhu oksidasi zirkonium[4].

Karena suhu operasi bahan bakar lebih rendah, waktu yang dibutuhkan untuk disipasi panas lebih sebentar dan energi yang dibutuhkan pun lebih sedikit. Fitur ini meningkatkan aspek keselamatan reaktor. Luas permukaan yang lebih tinggi daripada bahan bakar keramik, karena geometrinya yang unik, membuat pendinginan reaktor lebih cepat lagi[4].

Dari aspek ekonomis, bahan bakar metalik Lightbridge dapat meningkatkan daya reaktor, atau istilahnya uprate. Pada reaktor yang sudah ada, Lightbridge dapat menaikkan daya hingga 10% untuk siklus bahan bakar 24 bulan dan 17% untuk siklus bahan bakar 18 bulan. Pada reaktor nuklir yang baru dibangun, power uprate dapat mencapai 30% untuk siklus bahan bakar 18 bulan. Metode power uprate dari PLTN yang sudah ada merupakan cara paling mudah dan murah untuk meningkatkan bauran energi bersih di jaringan listrik[5]. Selain itu, perbandingan antara biaya bahan bakar keramik dan bahan bakar metalik adalah hampir sama untuk biaya per kWh-nya. Hal ini dikarenakan biaya bahan bakar memegang peranan kecil dalam operasional PLTN.

Untuk merealisasikan keunggulan-keunggulan ini, Framatome membuat joint venture bernama Enfission untuk memasarkan produk bahan bakar metalik ini. Frederic Lelievre, senior executive vice president dari Framatome, mengungkapkan bahwa penggunaan bahan bakar metalik Lightbridge akan membantu PLTN untuk beroperasi secara kompetitif dan efisien selama beberapa dekade ke depan. Diharapkan, bahan bakar metalik ini dapat mulai digunakan di PLTN kontemporer mulai tahun 2021[6].

Referensi

World Nuclear Association. 2017. World Nuclear Performance June 2017. London: WNA.
Uranium Dioxide. (https://en.wikipedia.org/wiki/Uranium_dioxide). Diakses 4 Februari 2018.
Lightbridge Co. Lightbridge Fuel Technology. (https://ltbridge.com/fuel-technology/). Diakses 4 Februari 2018.
Lightbridge Co. Metallic Fuel Technology. (https://ltbridge.com/fuel-technology/metallic-fuel-technology/). Diakses 4 Februari 2018.
Aaron Totemeier dkk. Lightbridge Corporation’s Advanced Metallic Fuel. (http://www.iaea.org/inis/collection/NCLCollectionStore/_Public/47/065/47065279.pdf). Diakses 4 Februari 2018.
World Nuclear News. Enfission JV to commercialise Lightbridge metallic fuel. (http://www.world-nuclear-news.org/C-Enfission-JV-to-commercialise-Lightbridge-metallic-fuel-2601187.html). Diakses 4 Februari 2018.

Disalin Ulang dari Sumber : https://warstek.com/2018/02/07/bbnmetalik/